Sudah 3 bulan Dewa bekerja sebagai guru piano. Sebuah keahlian yang dia dapat ketika SMA dulu saat ayahnya masih ada. Dengan keahlian itu dia berusaha menyambung hidup, dan kalau bisa menjadi pianis profesional.
Dalam dinginnya AC ruangan kantor, Dewa menghitung uang yang tersisa untuk bulan ini.”Uhh, Tinggal 50 ribu, padahal gajian masih 1 minggu lagi,” gumannya sambil memasukkan kembali dompetnya ke saku celana. Kini dia hanya mempunyai 3 murid SD sebagai anak didiknya. Sebuah jumlah yang sangat sedikit.
“Saya harus mendapat tambahan satu orang murid lagi,” Dewa beringsut berdiri menuju pelataran kantor. Dia ingin menghabiskan sisa rokoknya yang disimpan tadi, ketika terdengar seseorang menyebut namanya.
“Maaf, Bu. Bisakah saya bertemu dengan Bapak Dewa..?” Dewa menoleh, dilihatnya seorang wanitamuda bertanya kepada sekretaris kantor.
“Ya, saya sendiri,” Dewa berjalan mendekati wanita tersebut sambil memasukkan kembali rokoknya.Dilihatnya seorang wanita cantik berumur sama dengan dirinya sekitar 24 tahun. Tinggi 170 cm dan perut yang ramping.
“Saya Dewa, ada yang bisa saya bantu?” diulurkan tangannya.
“Wah kebetulan, saya Wedi, dan saya berniat untuk mengambil les piano pada Bapak.”
“Panggil saja saya Dewa, mari ke ruang tamu. Kita akan membicarakan jadwal latihan dan jenis latihan yang ingin anda pelajari,” Dewa sungguh bersyukur akan hari itu, kini dia tidak terlalu khawatir akan uang makan sampai akhir bulan. Jika sudah rejeki tidak akan kemana, begitu hatinya berkata. Tanpa disadarinya itulah awal dari perubahan seluruh hidupnya.
“Wah kebetulan, saya Wedi, dan saya berniat untuk mengambil les piano pada Bapak.”
“Panggil saja saya Dewa, mari ke ruang tamu. Kita akan membicarakan jadwal latihan dan jenis latihan yang ingin anda pelajari,” Dewa sungguh bersyukur akan hari itu, kini dia tidak terlalu khawatir akan uang makan sampai akhir bulan. Jika sudah rejeki tidak akan kemana, begitu hatinya berkata. Tanpa disadarinya itulah awal dari perubahan seluruh hidupnya.
Dewa berada di depan rumah Wedi, hari itu jam 3 sore, ini hari pertama dia akan mengajari Wedi berpiano. Tiada lain niatnya selain memberikan semua ilmu pianonya dan semoga dari pembicaraan Wedi dengan teman-temannya, maka anak didiknya akan bertambah.
Diketuknya pintu rumah, sebuah rumah yang sangat besar dan mewah. “Rumah ini lebih bagus daripada rumahku yang dulu, tapi nggak beda jauh lah..” guman Dewa mengenang masa saat ayahnya masih ada. Tak berapa lama terdengar suara kunci diputar dan pintu dibuka.
“Selamat sore Dewa, mari silakan masuk..!” Wedi memberikan jalan bagi Dewa untuk lewat, lalu dia menutup pintunya kembali.
“Mau minum dulu, atau langsung berlatih..?” tanya Wedi sambil mengunci kembali pintu rumah.
“Langsung aja yuk.!” jawab Dewa yang merasa tidak haus.
Mereka lalu menuju meja piano yang ada di ruang tengah. Dewa membuka cover piano, lalu duduk di kursi piano sambil beringsut memberi tempat pada Wedi.
“Mau minum dulu, atau langsung berlatih..?” tanya Wedi sambil mengunci kembali pintu rumah.
“Langsung aja yuk.!” jawab Dewa yang merasa tidak haus.
Mereka lalu menuju meja piano yang ada di ruang tengah. Dewa membuka cover piano, lalu duduk di kursi piano sambil beringsut memberi tempat pada Wedi.
“Ayo kita mulai.!” kata Dewa, sambil menjelaskan nada-nada yang terdengar dari tuts yang dipijitnya. Setelah berapa lama lalu dia mempersilakan Wedi untuk mencobanya. Terlihat raut ragu di wajah Wedi, lalu dia mencobanya. Terdengar nada-nada yang sangat tak beraturan. Derai tawa segera mengalir dari bibir mereka.
“Tidak apa-apa..! Ini saya tunjukkan lagi..!” Dewa lalu menunjukkan kembali nada-nada yang tadidiperdengarkannya. Tapi bukannya mendengarkan, dia malah memperhatikan wajah Dewa. Sepertinya dia tidak dapat konsentrasi pada pelajaran dari Dewa.
“Kamu ingin saya memainkan sebuah lagu..?” itu jurus yang biasa Dewa lakukan jika anak didiknya tidak konsentrasi. Dewa akan memamerkan keahliannya agar anak didiknya jadi semangat berlatih. Bukannya menjawab Wedi malah menyenderkan kepalanya ke bahu Dewa. Tiba-tiba dia berkata, “Eh tunggu dulu ya..!”
Wedi masuk ke dalam kamar, tak lama dia keluar. Kali ini dia telah memakai gaun tidur yang sangat tipis. Gugup Dewa melihat pemandangan di depannya, lalu dia berkata, “Maaf Wedi, saya datang ke sini untuk mengajar, saya sangat butuh pekerjaan ini, jangan permainkan saya..! Saya tidak tahu apa yang anda mau.!” Dewa tidak tahu harus berpikir apa, ingin pergi dari situtapi dia sangat butuh uang saat ini. Jika tetap di situ berarti dia melanggar cita-citanya untuk menjadi pianis profesional.
“Saya tidak butuh les piano..!” tiba-tiba Wedi berteriak.
“Saya tahu kamu butuh uang, kupikir kamu tahu apa yang saya butuhkan. Jadi kalau kamu bisa beri apa yang saya butuhkan, maka saya akan beri yang kamu butuhkan.!” kata Wedi lebih lembut dari sebelumnya.
“Tapi kenapa aku?” tanya Dewa.
“Saya tahu kamu butuh uang, kupikir kamu tahu apa yang saya butuhkan. Jadi kalau kamu bisa beri apa yang saya butuhkan, maka saya akan beri yang kamu butuhkan.!” kata Wedi lebih lembut dari sebelumnya.
“Tapi kenapa aku?” tanya Dewa.
“Karena kamu butuh uaanngg..!” Wedi berteriak lagi karena sebal dengan penolakan Dewa. Mata Dewa mulai berkaca, merasa betapa harga dirinya begitu rendah. Wedi berkata benar, dia memang butuh uang itu, Dewa makin merasa harga dirinya hancur.
“Oke Wed, tapi aku ingin uang les satu bulan kamu bayar malam ini juga..” sambil berkata itu, menetes air mata Dewa. Bukannya iba melihat sedihnya Dewa, Wedi malah tersenyum.
“Oke..” jawab Wedi sambil berlari riang menuju Dewa dan menariknya menuju kamar tidur.
“Kamu tidur di situ ya..!” pinta Wedi menunjuk tempat tidur sambil memberi senyum termanis yang dia punya.
“Ugh, manisnya senyum itu andai saja dia tak bersuami dan kami sudah kenal lama.” Dewa beringsut mengikuti permintaan Wedi.
“Oke..” jawab Wedi sambil berlari riang menuju Dewa dan menariknya menuju kamar tidur.
“Kamu tidur di situ ya..!” pinta Wedi menunjuk tempat tidur sambil memberi senyum termanis yang dia punya.
“Ugh, manisnya senyum itu andai saja dia tak bersuami dan kami sudah kenal lama.” Dewa beringsut mengikuti permintaan Wedi.
Dewa kemudian naik ke atas ranjang, dan merebahkan kepalanya di sandaran ranjang. Wedi kemudian mengikuti naik ke ranjang, sambil tangannya mendorong perlahan tubuh Dewa untuk bergeser sedikit. Lalu Wedi berlutut tegak di samping Dewa, memandang mata Dewa lekat-lekat masih dengan senyum termanis. Kemudian secara perlahan-lahan dia mengambil ujung bawah baju tidurnya. Ops.. Wedi terlupa sesuatu.. buru-buru dia turun ranjang dulu, menuju ke buffet yang ada componya, dia pilih salah satu CD lalu diputarnya. Mengalun sebuah lagu romantis dari Lionel Richie.
Dia kembali lagi ke samping Dewa, berlutut di atas ranjang sambil melenggok menari mengikuti irama lagu. Tangannya balik lagi memegang ujung bawah gaun tidurnya dan mulai memilin sedikit-sedikit, lalu menarik perlahan ke atas. Gaun bawahnya mulai naik setinggi bawah selangkangannya. Dewa diam terpaku melihatnya, seumur hidup Dewa tidak pernah berpacaran, apalagi melihat bagian dalam tubuh wanita. Dewa merasa degup jantungnya berdetak kencang, dan dia mulai terangsang. Wedi lalu melanjutkan tariannya. Tak berapa lama muncul celana dalamnya yang transparan dan dan membungkus ketat kemaluannya. Warnanya hitam, ada merahnya sedikit persis di tengah dekat bawah pusarnya, ada satu bunga merah kecil.
Bulu kemaluannya terlihat. Belahan vaginanya tercetak dalam bungkusan CD halus itu yang mengikuti bentuk bibir vaginanya. Dewa merasakan kemaluannya mulai bergerak, terasa penisnya mulai menggemuk, dia sudah terangsang dengan semua yang dilihatnya. Tangannya terlihat mencoba menggapai belahan itu.
“Hmm, tunggu dulu,” Wedi melarang Dewa melakukannya. Wedi lalu menarik gaun tidurnya makin ke atas. Menarik bajunya, semakin jelas tubuh putihnya terlihat. Payudaranya masih tertutup BH, tapi terlihat putih dan kencang dan saat bajunya telah melewati kepala, Wedi langsung membuangnya. Tangannya kembali turun lagi yang membuat payudaranya terlihat dan berbentuksemakin menonjol saja. Kemudian Wedi menggeser posisinya, kali ini dia mengangkangi Dewa. Belahan vaginanya makin jelas terpampang di mata Dewa. Saking dekatnya terkadang vagina Wedi menyentuh hidung Dewa. Tercium wangi harum vagina Wedi membuat Dewa tidak mampu lagi menahan sakit penisnya yang ereksinya tertahan oleh celana jeans-nya.
“Mari saya buka.!” Wedi sepertinya melihat hal itu, lalu sambil tetap menyuruh Dewa diam. Dia mulai membuka seluruh kain yang menempel di badan Dewa. Kini Dewa telanjang bulat. Penisnya sudah ereksi penuh dan tegak menunjuk pada Wedi. Wedi tersenyum melihatnya.
Wedi berdiri dan dengan perlahan-lahan melepaskan kaitan BH di punggungnya. Dijatuhkannya tali BH dari samping sehingga Dewa bisa melihat putih dan bulatnya buah dada Wedi. Dewa mengamati puting susu Wedi yang lingkarannya cukup besar dan berwarna coklat kemerahan, sangat kontras dengan tubuhnya yang putih mulus.
Kemudian Wedi membalikkan badan dan membungkuk. Perlahan-lahan dia menurunkan celana dalamnya sehingga Dewa dapat melihat vagina Wedi dari belakang. Vagina itu berwarna merah muda dengan bibir vaginanya agak kehitaman. Wedi membuka kemaluannya lebar-lebar, dan membuka bibir kemaluannya sehingga Dewa dapat melihat jelas bagian dalam vaginanya yang berwarna merah mudadan basah.
Wedi sudah sangat terangsang dan vaginanya sudah sangat basah. Dia masukkan satu jari ke dalamnya dan setelah itu mulai bermasturbasi di depan Dewa. Dalam posisi mengangkang dengan pahanya terbuka lebar, harum liang kewanitaannya langsung tercium. Wedi menyentuh belahan liang kewanitaan dengan ujung tangannya. Lalu tangan satunya lagi menyentuh klitoris. Lalu perlahan-lahan dia menggosok-gosok kedua bagian itu.
Dengan pantat sedikit terangkat, dia terus bermasturbasi dan membuka kakinya lebar-lebar. Setelah kurang dari tiga menit Wedi mendapati dirinya orgasme dan menyemprotkan cairan bening ke tubuh Dewa.
“Sepertinya sekarang giliran kamu ya Wa..?!” kata Wedi sambil berganti posisi dan sekarang berjongkok di atas pinggang Dewa. Demi melihat penis Dewa yang penuh, diusapnya penis itu. Lalu dia mendekat ke dada Dewa, diciumnya puting Dewa. Perlahan-lahan lidahnya mengusap permukaan puting Dewa. Dewa menggelinjang kegelian, tangannya memegang kepala Wedi. Wedi menurunkan kepalanya, menjilati perut dan semakin turun. Dewa makin kegelian ketika hembusan nafas Wedimenyentuh bulu-bulu kemaluannya. Bibir Wedi mulai menyentuh ujung penisnya, dan bergerak terus melingkar mengulum seluruh permukaan kepala penisnya. Sensasi luar biasa membuat pantat Dewa sedikit terangkat. Hangat terasa menutupi sekujur penis Dewa ketika lidah Wedi terus menjilati permukaan kulit penis.
Dan saat jepitan erat bibir Wedi ini semakin turun ke arah bulu-bulu kemaluannya. Penis Dewa semakin berdenyut. Ujung penisnya menyentuh daging halus dan lembut langit-langit tenggorokan Wedi. Lalu perlahan-lahan Wedi mulai menaik-turunkan kepalanya mengulum kemaluan Dewa, sambil sekali-sekali menggunakan giginya untuk menyentuh penis Dewa. Hal ini membuat Dewa meringis kenikmatan. Dia memegang kepala Wedi untuk membantu dan mempercepat gerakan kepala Wedi.
Lalu tak lama berselang, “Cret.. cret.. cret.. cret.. cret..” beberapa kali Dewa mengeluarkan maninya. Dewa melakukannya sambil memajukan pantatnya dan menekan kepala Wedi ke selangkangannya. Hal ini membuat Wedi harus menerima semua air mani yang dikeluarkan Dewa.Ditelan seluruh air mani Dewa tanpa disisakan setetes pun.
Wedi sambil tersenyum manis rebah telentang dengan posisi setengah mengangkang mempertontonkan seluruh anggota tubuhnya ke arah Dewa. Kedua buah dadanya yang ternyata memang sangat besar terlihat masih begitu kencang, sama sekali tidak kendor, membentuk bulatan indah bak buah semangka. Kedua puting payudaranya yang kecil berwarna coklat kemerahan mengacung ke atas seolah menantang. Begitu pula perutnya masih terlihat ramping dan seksi tanpa lipatan lemak.
“Uoogh..” tanpa terasa mulut Dewa mendesah takjub menyaksikan keindahan bukit kemaluannya yang besar. Seumur hidupnya baru kali ini dia menyaksikan alat kemaluan wanita. Belahan bibir kemaluannya yang sangat putih mulus walau sedikit kecoklatan terlihat sangat tebal membentuk sebuah bukit kecil. Bibir luarnya masih terbuka seakan memanggil-manggil Dewa untuk kembali menikmati.
Melihat hal itu, membuat penis Dewa tetap tegang. Dia ingin sekali memasukkan kemaluannya ke lubang vagina yang ada di depannya, merasakan jepitan dan pijitannya. Jelas sekali Dewa melihat vagina itu berdenyut-denyut. “Terbayang betapa nikmatnya jika penisku bisa masuk ke situ,” guman Dewa dalam hatinya. Tapi dia tak tahu batas permainan Wedi. Apakah sebatas mencapai orgasme atau bisa sampai coitus total. Dewa tetap diam saja sambil menikmati pemandangan yang baru pertama kali dia lihat itu.
Keberanian Dewa mulai timbul ketika dilihatnya Wedi tersenyum padanya, dan membuka kakinya lebih lebar. Terlihat bagian dalam vagina yang merah dan basah. Dewa mendekat ke arah bukit itu pelan-pelan sekali sambil memperhatikan reaksi Wedi. Terlihat Wedi diam saja, bahkan tangannya terlihat menyambut kedatangan kepala Dewa. Seperti mendapat ijin, Dewa mencium lembut bibir kemaluan itu, dijilati ujungnya, dan diputar-putarkan lidahnya. Terkadang dimasukkan lidahnya ke dalam rongga vagina hingga membuat rongga itu semakin berdenyut-denyut. Hal ini membuat nafsu Dewa semakin memuncak untuk merasakan pijitannya. Dewa lalu menaikkan badannya. Wajahnya mendekati wajah Wedi, dilihatnya wanita itu tersenyum.
“Wed, bolehkan aku melakukannya?” tanya Dewa.
Wedi mengangguk sambil membelai lembut rambut Dewa dan menggigit bibirnya sendiri.
Wedi mengangguk sambil membelai lembut rambut Dewa dan menggigit bibirnya sendiri.
Mereka berdua secara bersamaan melenguh nikmat saat kulit tubuh mereka saling bersentuhan dan akhirnya merapat dalam kemesraan. Batang penis Dewa yang berdiri tegak seakan kena setrum saat menyentuh bukit kemaluan Wedi yang halus dan sangat empuk. Bukit kemaluan Wedi memang relatif montok dan besar.
Perlahan Dewa membuka kedua belah paha Wedi. Vaginanya terlihat membuka dan makin menggoda. Dengan lembut Dewa menyentuhkan dan menyelipkan penisnya ke dalam bibir kemaluan Wedi yang basah. Dewa berhenti sejenak ketika kepala penisnya masuk 1/4. Dia memejamkan matanya menahan nikmatnya perasaan saat itu. Perasaan luar biasa ketika kepala penisnya menggesek bibir minoravagina Wedi. Wedi mungkin mengira seluruh batang penis itu ingin memasuki liang vaginanya, karena begitu kepala penis menyelip di antara bibir kemaluannya terlihat ia membuka kedua pahanya lebar-lebar. Dewa merasa betapa begitu halus kulit kedua belah pahanya yang langsung mengapit pinggangnya lembut.
“Lagi Wa, masukin lagi..!” Wedi merengek ketika mengetahui Dewa menahan gerakannya.
Dewa yang masih baru dalam bercinta mengikuti permintaan itu, dia terus menekan penisnya lebih dalam perlahan-lahan sampai akhirnya semuanya masuk.
Dewa yang masih baru dalam bercinta mengikuti permintaan itu, dia terus menekan penisnya lebih dalam perlahan-lahan sampai akhirnya semuanya masuk.
“Ouugghh..!” Dewa melenguh ketika pangkal penisnya menyentuh lubang kewanitaan Wedi. Terasa seluruh penisnya digenggam erat oleh vagina Wedi. Ujung penisnya seperti menyentuh kain-kain basah yang lembut di ujung sana. Dewa lalu memajumundurkan pantatnya. Dia menarik sampai sekitar 50 persen panjangnya, lalu menekan lagi hingga masuk semuanya. Dewa terus melakukan itu, sekarang dia mulai berani mengocok agak keras cepat.
Tiba-tiba, “Oougghh.. oh.. oh.. oh.. oh..” Wedi menjerit-jerit.
Dewa mengisi ruang baru yang tak tersentuh sebelumnya. Sangat terasa sumpalannya, kokoh, kuat, bertenaga. Fantastis! Hampir semua permukaan penis Dewa yang panjang itu bagai membelai seluruh permukaan dalam vaginanya.
Dewa mengisi ruang baru yang tak tersentuh sebelumnya. Sangat terasa sumpalannya, kokoh, kuat, bertenaga. Fantastis! Hampir semua permukaan penis Dewa yang panjang itu bagai membelai seluruh permukaan dalam vaginanya.
“Ough.. terus Wa..!” Wedi menggelepar-gelepar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lubang vagina Wedi semakin basah, dan meremas-remas batang kemaluan Dewa. “Uhh.. hu.. hu.. huu..” terdengar suara Wedi seperti merintih, menahan nikmatnya sodokan penis Dewa. Wedi makin membuka kakinya. Ditariknya kakinya ke atas, sehingga lututnya menyentuh dadanya. Hal ini membuat Dewa makin leluasa memasukkan penisnya.
“Waa.. udah Waa.. aku udah dapat.!” teriak Wedi ketika merasakan orgasme, rongga kewanitaannya menjadi lebih berdenyut, seperti menggigit lembut penis Dewa. Wedi menaikkan pantatnya agar penis Dewa makin dalam mengisi vaginanya.
“Ouughh.. Wa.. hiks.. hiks.. hu.. hu..” Wedi kembali merintih kenikmatan. Kedua tangannyameremas-remas pundak Dewa. Pada saat Wedi mencapai orgasme. Dewa tiba-tiba merenggut pantat Wedi, mencengkeramnya. Dihentak-hentakkan pantatnya ke bawah. Hal ini membuat gesekan antara penis dan rongga vagina makin cepat. Dewa terus melakukannya hingga pada hentakan terakhirditekannya pantat lama sekali ke bawah.
Tiba-tiba Wedi merasakan senjata Dewa semakin besar, dan Dewa memdesis desis dan berteriak. Vagina Wedi terasa semakin penuh, Dewa mencapai orgasmenya. Dibarengi dengan semburan cairan kewanitaan Wedi tanda pengakuan akan kenikmatan yang diberikan Dewa. “Seerr..” Wedi merasakan ada tembakan hangat di dalam rahimnya. Lembut dan mesra. Semprotannya kencang sekali danberkali-kali. Kira-kira tujuh atau delapan tembakan, badan Dewa mengejang, dan lalu lemas, lunglai, jatuh ke depan, menindih Wedi. Dia mencium bibir Wedi dan mengucapkan terima kasih. Wedi mencium balik. Mereka berpagutan beberapa saat. Tubuh mereka berkeringat, basah sekali.
Setelah agak lama baru dikeluarkan rudalnya, dan saking penuhnya isi kemaluan Dewa di vagina Wedi, terdengar bunyi, “Plop..!” saat kedua alat kenikmatan itu dipisahkan.
Setelah agak lama baru dikeluarkan rudalnya, dan saking penuhnya isi kemaluan Dewa di vagina Wedi, terdengar bunyi, “Plop..!” saat kedua alat kenikmatan itu dipisahkan.
“Berapa sih panjangnya Wa?” tanya Wedi.
“Cuma 20 cm.”
“Oh, pantas sampai sesak rasanya.” Wedi lalu menyentuh kemaluan Dewa dan mengusapnya perlahan.
“Cuma 20 cm.”
“Oh, pantas sampai sesak rasanya.” Wedi lalu menyentuh kemaluan Dewa dan mengusapnya perlahan.
“Wa, saya selalu sendirian di rumah ini. Suami saya sudah tua dan sering di luar kota. Saya ingin hubungan kita tidak terhenti,” Wedi menyenderkan kepalanya sambil terus mengusap penis Dewa.
“Wedi, saya rasa apa yang kita lakukan sudah cukup. Sekarang saya ingin pulang. Saya harap kamu memegang janji kamu untuk membayar saya penuh satu bulan.” Dewa sangat tidak ingin melanjutkan kemesraan ini karena selain waktu telah menunjukkan jam 6 sore. Dia juga tidak ingin mengambil resiko tertangkap basah dengan istri orang lain.
“Wedi, saya rasa apa yang kita lakukan sudah cukup. Sekarang saya ingin pulang. Saya harap kamu memegang janji kamu untuk membayar saya penuh satu bulan.” Dewa sangat tidak ingin melanjutkan kemesraan ini karena selain waktu telah menunjukkan jam 6 sore. Dia juga tidak ingin mengambil resiko tertangkap basah dengan istri orang lain.
Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari depan rumah.
“Siapa tuh Wed?” tanyaku setengah panik sambil bergegas mengambil baju untuk dipakai.
“Itu suamiku.!” jawab Wedi.
“Oh tuhan, apa yang saya lakukan. Apa jadinya kalau dia masuk.” Dewa berpikir membayangkan nasibnya.
“Wed, jangan buka dulu pintunya, beresin dulu kamar ini..!” tentu saja Dewa mengusulkan hal itu. Karena di atas peraduan cipratan air sperma dan lendir kewanitaan Wedi ada di mana-mana.
“Siapa tuh Wed?” tanyaku setengah panik sambil bergegas mengambil baju untuk dipakai.
“Itu suamiku.!” jawab Wedi.
“Oh tuhan, apa yang saya lakukan. Apa jadinya kalau dia masuk.” Dewa berpikir membayangkan nasibnya.
“Wed, jangan buka dulu pintunya, beresin dulu kamar ini..!” tentu saja Dewa mengusulkan hal itu. Karena di atas peraduan cipratan air sperma dan lendir kewanitaan Wedi ada di mana-mana.
“Percuma Wa. Suamiku pegang kunci juga,” Wedi menjawab sambil merobek-robek baju yang dia pakai saat kami berlatih piano, dan juga pakaian dalamnya. Dewa sangat heran melihatnya. “Apa yang Wedi lakukan..?” Dewa bertanya dalam hati.
Belum sempat Dewa bertanya, terdengar pintu depan dibuka dan tiba-tiba masih bertelanjang bulat Wedi lari ke ruang tamu sambil berteriak dan menangis tersedu-sedu.
“Pi.. Papi.. saya diperkosa Pi..!” tangis Wedi dipelukan suaminya.
“Pi.. Papi.. saya diperkosa Pi..!” tangis Wedi dipelukan suaminya.
Sudah sebulan lebih Dewa berada di kursi pesakitan. Kini dia sedang menunggu detik-detik putusan Hakim akan dirinya.
“Saudara Dewa Karta Purnama dinyatakan secara sah terbukti bersalah melakukan tindak pidana perkosaan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dipotong masa tahanan.” terdengar suara Pak Hakim membacakan putusannya, lalu mengetokkan palunya ke meja. Dewa merasa kepalanya berputar, jika boleh, dia memilih lebih baik mati. Dilihat Ibunya meneteskan air mata di kursi pengunjung, dan ketika dia memasuki mobil tahanan. Tangis Ibunya menjadi meledak-ledak, histeris dia mengejar mobil tahanan yang terus melaju seperti mengacuhkannya.
“Maafkan aku Ibu, maafkan aku..” lirih Dewa berucap melihat ibunya yang terus berlari mengejar dirinya.
“Saudara Dewa Karta Purnama dinyatakan secara sah terbukti bersalah melakukan tindak pidana perkosaan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dipotong masa tahanan.” terdengar suara Pak Hakim membacakan putusannya, lalu mengetokkan palunya ke meja. Dewa merasa kepalanya berputar, jika boleh, dia memilih lebih baik mati. Dilihat Ibunya meneteskan air mata di kursi pengunjung, dan ketika dia memasuki mobil tahanan. Tangis Ibunya menjadi meledak-ledak, histeris dia mengejar mobil tahanan yang terus melaju seperti mengacuhkannya.
“Maafkan aku Ibu, maafkan aku..” lirih Dewa berucap melihat ibunya yang terus berlari mengejar dirinya.
Ini hari kedua dia berada di LP Cipinang, hari pertama kemarin dia menghabiskan waktunya dengan menyesali nasibnya yang buruk. Kali ini dia lebih baikan. “Tak ada yang perlu disesali. Ini memang jalan hidupku.” Dewa yakin segala cobaan ini akan berakhir.
“Korvey.. Korvey..!” Sipir penjara berteriak melewati semua blok sambil membuka semua pintu sel.
Dewa segera keluar ketika pintunya dibuka.
“Upffss..!” pekik Dewa. Ternyata dia menabrak seorang pria yang sedang jalan di depan selnya.
“Besar juga badannya, sampai badanku mental,” guman Dewa. Dewa lalu minta maaf kepada pria yang ditabraknya. Tinggi hampir sama dengan dirinya sekitar 172 cm, hanya pria ini badannya lebih padat. Otot Trisep dan Bisepnya terlihat jelas, begitu juga otot dadanya yang menonjol ke depan. Tapi pria ini ramah juga, buktinya dia mejawab maaf Dewa dengan tersenyum. “Gak pa-pa, kok. Lain kali hati-hati aja..!” katanya tersenyum lalu melangkah meniggalkan Dewa.
Dewa segera keluar ketika pintunya dibuka.
“Upffss..!” pekik Dewa. Ternyata dia menabrak seorang pria yang sedang jalan di depan selnya.
“Besar juga badannya, sampai badanku mental,” guman Dewa. Dewa lalu minta maaf kepada pria yang ditabraknya. Tinggi hampir sama dengan dirinya sekitar 172 cm, hanya pria ini badannya lebih padat. Otot Trisep dan Bisepnya terlihat jelas, begitu juga otot dadanya yang menonjol ke depan. Tapi pria ini ramah juga, buktinya dia mejawab maaf Dewa dengan tersenyum. “Gak pa-pa, kok. Lain kali hati-hati aja..!” katanya tersenyum lalu melangkah meniggalkan Dewa.
Dewa memperhatikan pria itu, “Pria itu tidak pantas berada di sini, wajahnya sangat ramah dan simpatik. Selain itu sepertinya dia juga baik, mungkin nasibnya sama dengan diriku.”
Diperhatikan lagi pria itu. Dia memakai kaos tanpa lengan, celana jeans pendek. Bentuktubuhnya yang V terlihat jelas. Rambutnya yang sepanjang bahu berwarna hitam gelap.
“Dia benar-benar tidak pantas berada di sini, dia harusnya berada di majalah-majalah dan iklan TV.” dalam hati Dewa berucap sambil melangkah menuju tempat korvey.
Diperhatikan lagi pria itu. Dia memakai kaos tanpa lengan, celana jeans pendek. Bentuktubuhnya yang V terlihat jelas. Rambutnya yang sepanjang bahu berwarna hitam gelap.
“Dia benar-benar tidak pantas berada di sini, dia harusnya berada di majalah-majalah dan iklan TV.” dalam hati Dewa berucap sambil melangkah menuju tempat korvey.
Para napi mulai membersihkan pekarangan dalam LP. Kelihatan sekali Dewa tidak menikmati pekerjaannya. Sering kali dia ditegur oleh sipir penjara karena kedapatan melamun. Tiba-tiba dilihatnya seorang pria melambai-lambaikan tangannya mengajaknya mendekat. “Itu pria yang tadi, mungkin dia butuh bantuan,” Dewa mendekati pria itu. Dilihatnya pria itu keberatan mendorong gerobaknya yang penuh berisi batu.
“Bantu aku dong..!” katanya sambil menyodorkan tangannya.
“Edward” katanya.
“Dewa..”
“Dorong ini sampai belakang LP,” katanya sambil mulai mendorong. Dewa segera menarik gerobak itu dari depan dan Edward dari belakang. Setibanya di belakang mereka mengosongkan gerobak itu.
“Eh kamu mau rokok nggak,” tanya Edward melangkah meninggalkan gerobak itu tergeletak begitu saja.
“Boleh..” Dewa bergegas menyusul langkah teman barunya itu.
“Edward” katanya.
“Dewa..”
“Dorong ini sampai belakang LP,” katanya sambil mulai mendorong. Dewa segera menarik gerobak itu dari depan dan Edward dari belakang. Setibanya di belakang mereka mengosongkan gerobak itu.
“Eh kamu mau rokok nggak,” tanya Edward melangkah meninggalkan gerobak itu tergeletak begitu saja.
“Boleh..” Dewa bergegas menyusul langkah teman barunya itu.
Tiba-tiba begitu badan mereka terhalang oleh pepohonan, Edward segera berkelit masuk ke sebuah ruangan yang kemudian dijelaskan oleh Edward sebagai bekas tempat gunting rambut para napi. Tempat itu tak terpakai lagi karena para napi memilih mencukur rambutnya kepada sipir penjara yang harganya lebih murah. “Tentu saja lebih murah, karena uangnya masuk ke kantong sipirnyatidak ke kas Lp seperti tempat cukur ini.”
Edward lalu mendokel satu ubin dan mengeluarkan satu Pak rokok dari luar negeri. Di bawah ubin itu masih banyak benda-benda lain yang tidak jelas terlihat oleh Dewa.
“Nih cobain..” Edward menyodorkan rokok itu.
Dewa menghisap rokok itu sambil memejamkan matanya penuh kenikmatan. Ketika dia membuka matanya dilihat Edward sedang membuka ubin lagi. Lalu dia mengeluarkan sebuah majalah dan sebotol lotion. “Ini majalah porno dan ini pelumas, aku harus melakukan ini kalau ingat pacarku.” katanya, lalu mulai membaca majalah itu.
Dewa menghisap rokok itu sambil memejamkan matanya penuh kenikmatan. Ketika dia membuka matanya dilihat Edward sedang membuka ubin lagi. Lalu dia mengeluarkan sebuah majalah dan sebotol lotion. “Ini majalah porno dan ini pelumas, aku harus melakukan ini kalau ingat pacarku.” katanya, lalu mulai membaca majalah itu.
Seumur hidupnya Dewa tidak pernah membaca buku seperti itu, makanya dia tertarik untuk ikut melihatnya. Setelah sekian lama melihat dan membaca buku itu, Edward lalu berdiri, dia melorotkan celananya. Dewa terkejut melihat Edward secuek itu. Edward lalu melorotkan juga celana dalamnya. Dioleskanya lotion itu ke ke ujung penisnya, lalu diusapkan ke seluruHPermukaan penisnya.
“Ougghh..” matanya memejam menahan nikmatnya perasaan di penisnya. Lalu dimajumundurkan tangan kanannya pada penisnya, sedangkan tangan kirinya meremas-remas bola zakarnya. Matanya tetap memejam dan sekali-sekali terdengar leguhan dari mulutnya. Gerakan tangan kanannya kadang maju mundur kadang memutar, kadang cepat kadang lambat. Dewa hanya diam terpaku melihat kejadian di depannya. Setelah beberapa menit tubuh Edward mengejang dan condong ke depan.
“Ouugghh..!” lenguhnya sambil memuncratkan spermanya ke tembok.
Edward lalu terduduk sambil tangan kanannya meremas-remas penisnya. sepertinya dia inginmenghabiskan sisa sperma yang masih ada di dalam rongga kemaluannya.
Edward lalu terduduk sambil tangan kanannya meremas-remas penisnya. sepertinya dia inginmenghabiskan sisa sperma yang masih ada di dalam rongga kemaluannya.
“Sekarang giliran kamu,” katanya pada Dewa.
“Gak ah..!” Dewa menggelengkan kepalanya sambil kagum pada kecuekan pria di depannya.
“Ayo jangan malu-malu.”
“Kamu juga udah nafsu kan.?” katanya lagi.
“Iya sih, tapi kan malu ada kamu.”
“Alah cuek aja, ini lotionnya..” Edward memberikan botol lotion pada Dewa.
“Gak ah..!” Dewa menggelengkan kepalanya sambil kagum pada kecuekan pria di depannya.
“Ayo jangan malu-malu.”
“Kamu juga udah nafsu kan.?” katanya lagi.
“Iya sih, tapi kan malu ada kamu.”
“Alah cuek aja, ini lotionnya..” Edward memberikan botol lotion pada Dewa.
Dewa mengambil botol itu, sambil memikirkan kenapa juga dia harus malu, ini kan hal yang lumrah untuk pria seusia mereka. Lalu Dewa berdiri dan menjatuhkan celananya ke lantai. Dibuka juga celana dalamnya. Terlihat penisnya yang sedikit lebih besar dari punya Edward sudah tegakberdiri mengacung ke arah tembok.
Ditumpahkannya lotion ke telapak tangan lalu dioleskan ke permukaan penisnya. Dikocok secara pelan kemaluannya sampai pangkal-pangkalnya. Mata Dewa terpejam dan sesekali badannya condong ke depan. Lalu dia mendiamkan tangannya dan memajumudurkan pantatnya, seolah-olah dia benar-benar sedang menyetubuhi seorang wanita. Tangannya yang dibuat berbentuk O dan licin oleh minyak lotion dirasakannya bagai rongga dalam vagina. Makin lama gerakannya makin cepat.
“Wa ngadep sini Wa.!” tiba-tiba Edward berteriak mengagetkannya.
“Ada apa?”tanya Dewa sambil berputar menghadapkan badannya ke Edward.
“Muntahin ke gua Wa.!” Kata Edward lagi.
“Wah gila lo,” kata Dewa sambil terus mengocok.
“Iya Wa..!” katanya dengan mata berbinar.
Dewa yang sedang dalam puncak kenikmatan dan akan orgasme tidak berpikir panjang. Langsung sajamemuntahkan air spermanya dengan tetap menghadap Edward. Tentu saja sebagian spermanya menyiprat wajah Edward.
“Ada apa?”tanya Dewa sambil berputar menghadapkan badannya ke Edward.
“Muntahin ke gua Wa.!” Kata Edward lagi.
“Wah gila lo,” kata Dewa sambil terus mengocok.
“Iya Wa..!” katanya dengan mata berbinar.
Dewa yang sedang dalam puncak kenikmatan dan akan orgasme tidak berpikir panjang. Langsung sajamemuntahkan air spermanya dengan tetap menghadap Edward. Tentu saja sebagian spermanya menyiprat wajah Edward.
“Ougghh..” lenguh Dewa sambil memajukan pantatnya dan menggenggam penisnya sampai pangkalnya.
“Ouughh.. nikmat banget gila..!” kata Dewa berteriak kegirangan.
Edward tersenyum di sampingnya.
“Ayo kita ke pekarangan lagi. Kalau terlalu lama nanti sipirnya curiga,” kata Edward sambil membereskan semua peralatan mereka dan melangkah keluar ruangan.
“Ouughh.. nikmat banget gila..!” kata Dewa berteriak kegirangan.
Edward tersenyum di sampingnya.
“Ayo kita ke pekarangan lagi. Kalau terlalu lama nanti sipirnya curiga,” kata Edward sambil membereskan semua peralatan mereka dan melangkah keluar ruangan.
Sejak kejadian itu Dewa jadi sering melakukan onani bersama-sama Edward di ruangan rahasia mereka. Mereka makin lama menemukan permainan-permainan baru dalam onani mereka seperti, siapa yang muncratan spermanya paling jauh, siapa yang paling lama menahan ejakulasinya, siapa yang paling cepat ejakulasi. Tapi selama melakukan itu bersama Edward, Dewa merasakan bahwa teman dekatnya itu terlalu imajinatif. Dia sering mengatakan bahwa penisnya lebih kuat dari pedang. Dan sering mengajak Dewa beradu pedang. Jika Dewa lagi datang isengnya dia akan meladeni juga. Dan menurut Dewa, Edward itu terlalu baik. Edward kadang rela mengocokkan penisnya. Meremas-remaskan dan memutar-mutarkan penisnya dengan alasan Edward suka merasakan denyutan penis ketika akan mengeluarkan spermanya. Tidak terlintas di pikiran Dewa bahwa temannya itu homoseksual sampai di suatu hari..
JUMAT, 12 DESEMBER 1997
Saat itu kami terlalu asyik di ruang cukur sampai terlambat ikut apel pagi, sehingga kami dihukum membersihkan kamar mandi. Jadi saat para napi sudah kembali ke sel, kami berada di kamar mandi menjalankan hukuman. Ketika berada di ruang shower, tiba-tiba Edward berbicara, “Wa, kamu pernah nggak ngebayangin ciuman dengan aku?” tanyanya sambil melihat pada Dewa.
“Wah gila lo ya?” Dewa berusaha mengacuhkan pertanyaan temannya.
“Gua serius Wa! Apa yang kamu rasakan jika aku mencium bibir kamu.. lalu aku mencium dada kamu.. menjilati puting kamu dan mengulum penis kamu?” Edward bertanya dengan wajah serius.
“Wah gila lo ya?” Dewa berusaha mengacuhkan pertanyaan temannya.
“Gua serius Wa! Apa yang kamu rasakan jika aku mencium bibir kamu.. lalu aku mencium dada kamu.. menjilati puting kamu dan mengulum penis kamu?” Edward bertanya dengan wajah serius.
Dewa jadi salah tingkah, dia merasa dirinya normal. Tetapi entah mengapa kemaluannya tiba-tiba menghangat dan mulai terisi oleh darah. Dewa berusaha menahan ereksinya, dia melanjutkan membersihkan dinding ruang shower.
“Wa, nggak usah malu Wa, nggak pa-pa kok, sekarang punyaku juga sudah bangun. Pegang aja, kalo nggak percaya,” kata Edward sambil tangannya menuntun tangan Dewa memegang bagian depan celananya.
“Astaga!” Dewa merasa penisnya makin penuh oleh darah dan makin keras, terasa berdenyut-denyut begitu juga dengan penis temannya. Dewa tidak tahu harus berpikir apa.
“Astaga!” Dewa merasa penisnya makin penuh oleh darah dan makin keras, terasa berdenyut-denyut begitu juga dengan penis temannya. Dewa tidak tahu harus berpikir apa.
Tiba-tiba Edward membuka bajunya dan berkata, “Mandi bareng yuk!” dengan cepat dia membuka kran shower. Lalu dia membuka seluruh pakaian yang ada di tubuhnya sehingga dia telanjang bulat. Penisnya terlihat tegak menunjuk ke depan.
“Ayo coba aja,” kata Edward sambil menarik tangan Dewa.
“Sebentar.. sebentar, ntar baju gua basah,” pekik Dewa.
Lalu dia mencopot baju dan celana beserta celana dalamnya dan bergabung bersama Edward.
“Sebentar.. sebentar, ntar baju gua basah,” pekik Dewa.
Lalu dia mencopot baju dan celana beserta celana dalamnya dan bergabung bersama Edward.
Mereka berdua dalam keadaan telanjang bulat dan dalam keadaan kemaluan mereka keras menegang saling berdiri. Edward mendekatkan dirinya dan penis mereka saling bersentuhan, kemudian dia jongkok dan mengulum kemaluan Dewa beserta bijinya, Dewa mengerang keenakan. Tangan kiri Edward berada di pangkal kemaluan sementara mulutnya mengulum kemaluan Dewa, tangan kanan Edward berada di pantat Dewa yang bulat.
“Ahh.. ahh.. terus, Ward!” kata Dewa sambil pantatnya makin cepat maju mundur. Makin Edward hisap dengan kuat, penisnya makin terasa hangat dan berdenyut, terlihat tangan kanan Edward mulai mengocok kemaluannya sendiri. Edward menghisap penis Dewa dengan ganas, dijilatinya seluruh permukaan penis. Kemudian dengan cepat dia menggerakkan kepalanya maju mundur dengan cepat dan isapannya makin kuat. Dewa memegang kepalanya dan bersandar di dinding. Makin lama terasa denyutan di penis, sepertinya ada aliran sungai yang ingin keluar.
“Aahh..” Dewa mengerang dan cairan hangat menyembur ke dalam kerongkongan Edward. Lepas sudah air mani Dewa, ditelan oleh Edward seluruhnya dengan hausnya. Sementara tangan Edward makin cepat mengocok kemaluannya dan, “Aahh..!” Edward melepaskan air maninya di lantai. Lepas dan nikmat sekali.
Lalu mereka berpakaian, dan melanjutkan hukuman yang mereka terima. Selagi bekerja sesekali mereka saling melirik dan tersenyum. Setelah selesai, sekitar jam 9 pagi mereka mengembalikan alat-alat yang dipakai.
Ketika melewati kamar sipir untuk penjaga malam, Edward tiba-tiba menarik tangan Dewa masuk ke dalam. “Wa, sekarang sipirnya ada di pos jaga semua, tempat ini bakal kosong sampe ntar shift siang datang.” Edward mulai membuka bajunya. “Tapi Ward aku capek.!”
Tetapi Edward sama sekali tidak memberinya kesempatan karena tangan Dewa langsung diseret. Tahu-tahu mereka sudah berhadapan, dekat sekali, tangan Edward memeluk dia dan dia juga begitu. Entah kapan mulainya, bibir Edward dan bibirnya sudah saling menyerang. Saling gigit, saling sedot, dan lidah kami sudah sama-sama bertempur.
Edward menggigit telinga Dewa, belakang telinganya dijilat-jilat mesra, dan tangan kanan Edward mulai bermain-main mencari puting Dewa. Sesudah didapatkan, dipelintir-pelintir putingnya, sampai Dewa terengah-engah, merintih-rintih, sambil mulut dan lidah Edward sibuk menggigit-gigit di leher dan telinga Dewa. Dewa mendesah-desah meminta Edward untuk tidak menghentikan permainan itu.
Dewa mengerang-erang lebih dahsyat lagi ketika Edward mulai menjilat-jilat putingnya. Edwardmenyedot-nyedot, menghisap-hisap, dan menggigit-gigit kecil yang kanan, yang kiri dan seterusnya berganti-ganti. Seperti ada denyut-denyut nikmat di penis Dewa setiap Edward mempermainkan puting Dewa dengan giginya. Karena tidak tahan, Dewa terduduk di tempat tidurnya, dan merebahkan diri. Edward pun langsung menindih dan memagut bibir Dewa. Sekali lagi bibir mereka saling berpagutan.
Edward lalu perlahan-lahan membuka baju dan celana Dewa sambil terus berpagutan, sehingga tak terasa oleh Dewa, dia sudah telanjang bulat. Edward lalu menggenggam kemaluan Dewa yang telah tegak berdiri berdenyut.
“Wa boleh nggak aku memasukkan penisku ke anusmu?” tanya Edward dengan wajah yang memelas menggemaskan.
“Nggak lah..! Kalau itu pasti nggak akan gua ijinin.!” cepat Dewa menjawab.
“Kalau kamu masukin penis kamu ke anusku mau nggak?” tanya Edward masih dengan wajah menggemaskan.
Setelah agak berpikir beberapa detik, Dewa menjawab, “Oke dehh.!”
“Tapi Wa, kamu gesek-gesekin dulu ya kepala penis kamu di lubang anusku.”
Dewa lalu menjawab dengan anggukan.
“Nggak lah..! Kalau itu pasti nggak akan gua ijinin.!” cepat Dewa menjawab.
“Kalau kamu masukin penis kamu ke anusku mau nggak?” tanya Edward masih dengan wajah menggemaskan.
Setelah agak berpikir beberapa detik, Dewa menjawab, “Oke dehh.!”
“Tapi Wa, kamu gesek-gesekin dulu ya kepala penis kamu di lubang anusku.”
Dewa lalu menjawab dengan anggukan.
Sambil berpagutan kini mereka berganti posisi, Edward jadi di bawah dan Dewa di atas. Tangan mereka saling menggenggam penis lawan mainnya. Bibir mereka saling mengulum. Lidah mereka saling menjilat dan tangan mereka yang satu lagi saling meremas rambut pasangannya.
“Wa, mulai ya..!” kata Edward sambil memutar tubuhnya sehingga membelakangi Dewa lalu mengangkat pantatnya tinggi ke atas. Kini dia dalam keadaan menungging. Dari belakang terlihat pantat Edward yang bulat sangat menggoda dan merangsang. Sedang lubang anus Edward sudah berdenyut-denyut siap untuk meremas-remas penis Dewa yang akan dimasukkan. Edward membuka lebar kedua kakinya, sehingga lubang anusnya merekah terbuka.
Dewa membasahi penisnya dengan air liur. Diusapkan juga air liur di atas lubang anus Edward. Dewa mulai menyodokkan penisnya. Ketika menyentuh lubang anus, Dewa berhenti sejenak dan menggesek-gesekkan ujung penisnya ke atas dan ke bawah, Edward merasakan nikmat geli yang luar biasa. Nikmat sekali. Tangan Edward yang bebas berusaha mengocok penisnya sendiri.
Dewa membasahi penisnya dengan air liur. Diusapkan juga air liur di atas lubang anus Edward. Dewa mulai menyodokkan penisnya. Ketika menyentuh lubang anus, Dewa berhenti sejenak dan menggesek-gesekkan ujung penisnya ke atas dan ke bawah, Edward merasakan nikmat geli yang luar biasa. Nikmat sekali. Tangan Edward yang bebas berusaha mengocok penisnya sendiri.
“Wa.. Ambilin biore yang ada di gayung itu.!” kata Edward ketika dirasanya kocokan di penisnya tidak nikmat. Dewa lalu memberikan biore itu pada Edward. Edward lalu mencampur biore dengan air liurnya dan dioleskan ke kepala penis milik dia dan Dewa.
Mereka lalu kembali ke posisi semula. Dewa tetap menggesek-gesekkan kepala penisnya di lubang anus. Dan Edward tetap mengocok penisnya perlahan-lahan. “Wa.. Mulai Wa masukin, udah nggak kuat.!” pinta Edward sambil memejamkan matanya.
Dewa lalu mulai menekan penisnya perlahan. Terasa pijitan yang kuat di seluruh penisnya. Penisnya terasa seperti disedot-sedot oleh rongga anus temannya. Pelan-pelan Dewa terus memasukkan penisnya hingga akhirnya seluruh penisnya masuk sampai ke pangkalnya. Dewa memejamkan matanya meresapi kenikmatan yang dialaminya. Penisnya terasa disedot dan dikenyot oleh lubang anus Edward.
Sebaliknya Edward ketika seluruh penis sudah masuk, lubangnya serasa penuh, hangat dan berdenyut-denyut. Edward merasakan senjata Dewa memenuhi lubangnya dari luar sampai dalam, hangat berkejat-kejat. Indah sekali. Langsung Dewa menariknya keluar dan menyentakkannya lagi masuk. Edward tercekat. Sodokannya nikmat sekali. Ditariknya lagi, dan dihentakkannya lagi senjatanya. Edward berteriak kalau batang kejantanannya menyentak ke dalam, dan sebaliknya, mendesah kalau batang kejantanannya ditariknya keluar. Edward merasakan nikmat di seluruhsyarafnya.
Gesekan kulit batang kelamin dengan lubang anus antara keduanya memberikan perasaan gatal-gatal nikmat. Sambil merasakan sodokan demi sodokan kejantanan Dewa, Edward menggoyang-goyang, dan mengejang-ngejangkan otot lubangnya supaya Dewa merasakan senjatanya diurut-urut. Edward ahli dalam hal ini.
Meskipun belum pengalaman. Reaksi Dewa ketika merasakan senjatanya digigit-gigit oleh lubang anus Edward jelas terlihat. Dia mendesis-desis, merem melek. Pasti nikmat sekali. Kerjasama yang indah. Batang kejantanannya memberi Edward rasa nikmat yang luar biasa, sementara Dewa pasti merasakan nikmat yang luar biasa pula.
Sodokan-sodokan Dewa kurang lebih selama sepuluh menit. Selama itu Edward mengocok-ngocok batang penisnya sendiri karena nikmatnya dahsyat sekali kalau ngocok sambil pantatnya ditusuk begitu. Tiba-tiba Edward merasakan senjata Dewa semakin besar, lubang Edward terasa semakin penuh, dan Dewa mencapai orgasmenya. Edward merasakan ada cairan hangat mengalir dalam perutnya. Badan Dewa mengejang, lalu lemas, lunglai, dan jatuh ke depan menindih Edward.Dia mencium bibir Edward, dan bilang terima kasih. Rupanya Dewa lebih berani sekarang. Edward mencium balik. Mereka berpagutan beberapa saat. Tubuh mereka berkeringat, basah sekali.
Edward belum keluar, jadi tangannya meraih penisnya sendiri yang masih tegang, dan mulai mengocoknya. Dewa tidak diam melihat Edward mengocok penisnya begitu. Kini dia sudah benar-benar berani. Dijilat-jilat dan dihisap-hisapnya puting susu Edward satu demi satu dandipelintir-pelintirnya dengan jarinya. Hanya dalam beberapa saat, Edward mengejang dan tiba-tiba Dewa menggeser tangan teman dekatnya itu. Tangan Edward diganti dengan tangannya. Dia mau berganti peran. Begitulah. Dia kulum senjata Edward dan disedot-sedotnya. Dewa benar-benar sudah berani. Sementara Edward melakukan perangsangan sendiri dengan memelintir-melintirkan putingnya.
Karena nikmat yang amat sangat dari atas dan di selakangannya, Edward pun menyeburkan maninya dengan keras. Rasanya nikmat sekali. Edward melenguh karena geli, lalu mencium bibir Dewa dan menciuminya di mana-mana.
Sejak kejadian itu mereka jadi lebih akrab, dan selalu menyisihkan waktu yang ada untuk melakukan hubungan seks.
Sudah 3 tahun 11 bulan Dewa menjalani hukuman, berarti satu bulan lagi dia dibebaskan, hal ini karena dia mendapat remisi selama 1 tahun setelah dianggap berkelakuan baik. Edward sendiri sudah keluar 6 bulan yang lalu. Dia bisa kembali ke pacarnya dan tidak harus melakukan seks dengan pria lagi jika dia mau. Kalau di LP pilihannya hanya pria. Memang ada fasilitas menginap semalam untuk istri setiap bulan. Tapi Dewa dan Edward belum menikah, jadi mau tidak maujika mereka ingin melampiaskan nafsunya, selain onani ya tentu saja dengan teman se-LP.
Sudah 6 bulan Dewa mengeluarkan spermanya dengan tangannya sendiri. Dia sudah tak tahan untukmengeluarkan spermanya dengan kuluman atau dekapan hangat rongga tubuh orang lain. Andai saja dia punya uang, dia akan menyuap sipir penjara untuk membawakannya pelacur sehingga dia bisa menyelipkan penisnya ke dalam vagina. Tapi apa daya dia tidak ada uang.
Mengingat uang, dia jadi ingat dengan Wedi. Wanita keparat yang menjebloskan dia ke dalam penjara ini. “Cuih..!” Dewa ingin sekali membunuh wanita itu. “Pasti dia sekarang setiap saat bertukar pasangan menikmati penis yang berbeda-beda dalam vaginanya. Dasar cewek matre nggak tau diri..! Duit suaminya dipake selingkuh..!” Dewa berujar dalam hati.
“Dewa.. ada tamu mencari kamu..!” terdengar dari speaker ruang tamu nada panggilan untuk Dewa.”Tamu..?” dengan heran Dewa berjalan menuju ke ruang tamu. Selama ini tak ada saudaranya yang menjenguk. Paling juga ibunya, tapi itu juga 2 tahun yang dulu sebelum beliau terserang parkinson. Kini dia dibawa oleh paman Dewa yang di Surabaya. “Maafkan aku Ibu..!” lirih Dewa berguman. Dewa benar-benar menyesal atas perbuatannya setiap dia ingat akan ibunya.
Dewa melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang tamu. Diamati siapa tamu yang menjenguknya. Ternyata tamu yang sedang menunggunya adalah seorang wanita yang sangat dia benci, wanita yang menghancurkan hidupnya, Wedi. Amarah Dewa timbul, mereka bertatapan. Dia ingin sekali menerjang wanita itu dan merobek-robek tubuhnya. Tapi dia ingat, bahwa hukumannya selesai 1 bulan lagi. Dia tidak ingin menghancurkan kebebasannya, dia takut jika dia tetap di sini, dia akan benar-benar membunuh. Dasar wanita sialan. Selalu saja bikin masalah. Kebencian Dewa padanya semakinmemuncak. Dia membalikan badannya, segera melangkah keluar.
“Dewa..! Tunggu..!” teriak Wedi ketika dilihatnya Dewa tidak ingin menemuinya. Dewa tetap melangkah seakan tidak mendengarnya.
“Dewwaa.. suamiku meninggal.!” teriak Wedi untuk mencegah Dewa melangkah lagi.
“Dewa, apa kau pikir aku senang dengan apa yang kita alami. Aku tiap hari dibayangi perasaan berdosa karena menyebabkan kau di penjara..!” teriak Wedi lagi.
Dewa tidak mengerti arah pembicaraan Wedi, suami meninggal, lalu dibayangi rasa berdosa.
“Huh, apakah dia mau menunjukkan bahwa dia juga menderita seperti aku. Huh, penderitaanmu tidakapa-apanya dibanding aku,” guman Dewa dalam hati sambil terus melangkah.
“Dewaa..! aku mencintai kamu..!” akhirnya keluar juga perasaan yang dipendam oleh Wedi sejak dia bercinta dengan Dewa. Perasaan itu berlipat oleh perasaan berdosa kepada Dewa. Cintanya makin besar. Walaupun Dewa seorang napi. Dia kini tidak takut untuk memilih sendiri calon suaminya. Dia kini wanita kaya. Harta suaminya jatuh kepadanya setelah suaminya meninggal.
“Dewa, apa kau pikir aku senang dengan apa yang kita alami. Aku tiap hari dibayangi perasaan berdosa karena menyebabkan kau di penjara..!” teriak Wedi lagi.
Dewa tidak mengerti arah pembicaraan Wedi, suami meninggal, lalu dibayangi rasa berdosa.
“Huh, apakah dia mau menunjukkan bahwa dia juga menderita seperti aku. Huh, penderitaanmu tidakapa-apanya dibanding aku,” guman Dewa dalam hati sambil terus melangkah.
“Dewaa..! aku mencintai kamu..!” akhirnya keluar juga perasaan yang dipendam oleh Wedi sejak dia bercinta dengan Dewa. Perasaan itu berlipat oleh perasaan berdosa kepada Dewa. Cintanya makin besar. Walaupun Dewa seorang napi. Dia kini tidak takut untuk memilih sendiri calon suaminya. Dia kini wanita kaya. Harta suaminya jatuh kepadanya setelah suaminya meninggal.
Tapi ternyata Dewa memikirkan hal lain, Dewa memikirkan balas dendam. Jika dia menikahi Wedi dan Wedi mati, tentu saja dia akan menikmati seluruhnya harta Wedi.
“Ini pembalasan yang terbaik..!” guman Dewa. Dia lalu membalikkan badannya dan berjalan mendekati Wedi. Ditahan sekuat tenaga amarah yang ada.
“Apa maksud dari semua ucapanmu Wed..?” suara Dewa tetap bergetar walaupun dia berusaha tenang.
“Aku ingin kau menikahiku Wa, aku sangat mencintaimu.!” air mata menetes dari pelupuk mata Wedi ketika dia mengucapkan kata-kata itu.
“Air mata buaya,” Dewa mengguman dalam hati.
“Kamu yakin akan ucapanmu?” Dewa tetap dengan susah payah menahan emosinya untuk tidak merobek mulut wanita itu.
“Ini pembalasan yang terbaik..!” guman Dewa. Dia lalu membalikkan badannya dan berjalan mendekati Wedi. Ditahan sekuat tenaga amarah yang ada.
“Apa maksud dari semua ucapanmu Wed..?” suara Dewa tetap bergetar walaupun dia berusaha tenang.
“Aku ingin kau menikahiku Wa, aku sangat mencintaimu.!” air mata menetes dari pelupuk mata Wedi ketika dia mengucapkan kata-kata itu.
“Air mata buaya,” Dewa mengguman dalam hati.
“Kamu yakin akan ucapanmu?” Dewa tetap dengan susah payah menahan emosinya untuk tidak merobek mulut wanita itu.
“Aku ingin menikahimu Wa. Apa yang bisa lebih meyakinkan dari itu?”
“Ada.. kamu mati untukku,” guman dewa dalam hati.
Tiba-tiba Dewa teringat akan nafsu seksnya yang tidak tersalurkan selama ini.
“Aku ingin kamu gimanapun caranya, menyuap atau apapun, menginap di LP ini untuk semalam. Jika kamu bisa aku percaya kamu mencintai aku.!” ujar Dewa sambil membalikkan badannya.
“Dewwaa..! aku akan memenuhi permintaanmu, malam ini juga. Dewa percayalah padaku.!” teriak Wedi sambil menyeka air matanya yang menetes. Sedangkan Dewa terus berjalan meninggalkan ruang tamu LP.
“Ada.. kamu mati untukku,” guman dewa dalam hati.
Tiba-tiba Dewa teringat akan nafsu seksnya yang tidak tersalurkan selama ini.
“Aku ingin kamu gimanapun caranya, menyuap atau apapun, menginap di LP ini untuk semalam. Jika kamu bisa aku percaya kamu mencintai aku.!” ujar Dewa sambil membalikkan badannya.
“Dewwaa..! aku akan memenuhi permintaanmu, malam ini juga. Dewa percayalah padaku.!” teriak Wedi sambil menyeka air matanya yang menetes. Sedangkan Dewa terus berjalan meninggalkan ruang tamu LP.
Ternyata benar perkataan Wedi, karena malam harinya ada panggilan untuk Dewa agar datang ke ruang bermalam. Panggilan ini di sampaikan diam-diam oleh sipir penjara.
Dewa masuk ke dalam kamar itu. Di dalam sudah ada Wedi yang duduk dengan menggunakan gaun tidur yang sama dengan yang dulu dia pakai 4 tahun yang lalu. Tubuhnya masih seksi seperti dulu, kulitnya yang putih, perutnya yang ramping serta bibirnya yang ranum membuat penis Dewa berdesir kecil. Dewa mendekati tubuh Wedi. Tangannya maju ke depan berusaha memegang payudara.”Ets.. Tunggu dulu,” tepis Wedi. “Hhmm.. ternyata dia pikir aku seperti dulu yang nurut saja sama dia, ini daerahku jadi aku yang berkuasa.” guman Dewa. Dewa ingin melampiaskan kebenciannya malam ini pada wanita itu.
Dia mencengkram rambut Wedi dengan tangan kiri. Lalu digamparnya pipi Wedi dengan tangan kanan sekuat tenaga. Wedi terkejut diperlakukan begitu, tapi sebelum dia protes tubuhnya sudah didorong secara kasar oleh Dewa ke atas kasur. Sehingga kini Wedi berada dalam posisitelentang, dengan rambut masih tertarik oleh tangan Dewa.
“Waa..! kamu kenapa sih? Wa ampun Wa..!” teriak Wedi merasakan tarikan di rambutnya. Dewa seperti tidak mengacuhkannya, dia naik berlutut di atas kepala Wedi dengan badan menghadap ke kaki. Dikeluarkan penis dari celananya dan dimasukkan ke dalam mulut wanita itu. “Bleep.. Wa.. Bleepp..” Wedi sepertinya ingin mengucapkan sesuatu tapi gerakan bibirnya itu malah membuat pijatan-pijatan di penis Dewa. Dewa merasakan penisnya disedot-sedot. Nikmat sekali rasanya. Dewa menaikturunkan penisnya sambil tangan satunya tetap menjambak rambut, dan satunya lagi menampar-nampar payudara Wedi yang masih tertutup gaun sekuatnya. Wedi merintih-rintih kesakitan. Tapi tetap saja rintihannya itulah yang membuat Dewa semakin bersemangat.
Dari tempat Dewa berlutut dia bisa melihat gaun tidur Wedi tersingkap, celana dalamnya yang berwarna putih transparan tak mampu menyembunyikan bukit kemaluannya yang montok dan tebal. Tangan kanan Dewa yang menampar payudaranya lalu dialihkan untuk menampar gundukan vagina yang tebal itu. Ditamparnya sekuat tenaga lubang kemaluan itu yang membuat tubuh bagian atasWedi terangkat setiap Dewa menamparkan tangannya. Hal ini makin membuat penis Dewa makin tersedot ke dalam tenggorokan Wedi sampai ke pangkalnya. Dan tiap kepala Wedi turun, tiap saat itu pula Dewa merasakan sedotan di penisnya itu makin keras sampai ke pangkalnya. Nikmatnya luar biasa. Penis Dewa kini semakin besar dan penuh, setiap gerakan yang dibuat Wedi makin terasa remasan di urat-urat kemaluan Dewa.
Dewa merasa penisnya sudah ereksi penuh. Dicabutnya penisnya lalu pindah menuju ke bawah selangkangan Wedi. Sepertinya dia tidak sabar lagi ingin menyelipkan penisnya ke lubang vagina Wedi yang belum terangsang itu. Dewa membayangkan betapa nikmat merasakan penis di antara vagina yang masih sempit itu. Ditariknya dengan sekuat tenaga celana dalam putih yang menutupi daerah kenikmatan wanita itu. Wedi berusaha menahan celana dalamnya agar tidak melorot.
“Wa.. aku belum siap..!” hanya lirih Wedi berkata, karena dia tahu itu akan sia-sia.
Dengan sekali tarik celana dalam itu langsung melorot. Dewa jadi semakin sangat terangsang saat melihat gundukan kemaluan Wedi yang lebat ditumbuhi rambut-rambut hitam keriting. Gundukan itu masih mengatup. Bibir kemaluannya masih rapat. Sangat nikmat bila bisa meneroboskan penis ke dalam vagina seketat ini. Dewa berlutut di depan selangkangan Wedi dan menggesekkan kepala penis ke klitoris Wedi. Uuhh gelinya..
Wedi semakin meronta dan mencoba duduk, tapi cengkeraman tangan Dewa pada pinggulnya membuatusahanya sia-sia belaka. Dewa sudah tidak sabar ingin menusukkan penisnya. Kedua tangannya memegang pinggul Wedi, sedangkan penisnya yang sudah tegak berdiri diletakkan tepat di depan lubang vagina Wedi. Tiba-tiba Wedi berteriak keras sekali. Rupanya Dewa berhasil menembus lubang kemaluan Wedi dengan penisnya. Secara cepat Dewa menggerak-gerakkan pinggulnya maju mundur. Sempitnya lubang vagina Wedi membuat penis Dewa seperti di remas-remas dan disedot-sedot. Nikmat-nikmat geli rasanya. Tulang-tulang penis Dewa seperti mau copot. Dewa memejamkan matanya menikmati isapan lubang kemaluan Wedi.
Rontaan Wedi melemah setelah beberapa saat. Kini dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menggigit bibirnya. Tak berapa lama Wedi mulai menggerak-gerakkan pinggulnya. Gerakan itu menambah sedotan yang dirasakan pada penis Dewa. Sepertinya Wedi sudah terangsang.
“Uhh.. sshh..” serunya sesak ketika batang kemaluan Dewa dihujamkan ke liang kenikmatan itu. Goyangan demi goyangan membuat erangannya semakin ganas. Tentu saja Dewa semakin beringas. Dia sangat ingin melihat Wedi kesakitan.
“Dewaa.. bajiingann!” untuk pertama kalinya Wedi mengumpat. Entah apa maksudnya. Dewa kini tidak tahu apakah wanita yang vaginanya sedang diisi oleh penisnya ini sangat menikmati permainan atau kesakitan. Kepalanya terlempar ke sana ke mari dan nafasnya mendesah hebat.
“Wed.. aku akan merobek punyaahh.. kamuu..Oughh..” seru Dewa ketika denyutan liang kemaluannya terasa sekali memijat batang kemaluan Dewa.
“Waa.. aku.. akan.. bunuh.. kamuu.. buu.nu.uuhh..”
“Silakan.. saajahh..”
Mereka berdua berbicara tak karuan.
“Oughh.. aihh.. sshh..” teriaknya menggelinjang sambil meremas-remas sisi ranjang.
“Waa.. kamu.. kamu..” dia tidak melanjutkan kata-katanya.
“Waa.. aku.. akan.. bunuh.. kamuu.. buu.nu.uuhh..”
“Silakan.. saajahh..”
Mereka berdua berbicara tak karuan.
“Oughh.. aihh.. sshh..” teriaknya menggelinjang sambil meremas-remas sisi ranjang.
“Waa.. kamu.. kamu..” dia tidak melanjutkan kata-katanya.
Tiba-tiba, “Waa.. Waa.. bajingan.. ah..” serunya keras sekali, sambil menggoyang pantatnya naik turun dengan cepat dan menari-nari seperti kilat. Bunyi becek di bawah sana menandakan dia telah orgasme dan memuntahkan cairan beningnya. Tapi goyangannya tidak surut. Dewa mencabut batang kemaluannya dan menyuruh Wedi membelakanginya. Dibukanya kedua paha Wedi, terlihat dari belakang vagina Wedi memerah karena gesekan-gesekan yang tadi terjadi, dan lendir mengalirkeluar dari belahan vaginanya. Tapi sasaran Dewa bukanlah lubang kenikmatan itu, Dewa menginginkan lubang yang lebih sempit. Diarahkan batang kemaluannya dari belakang. Dewa benar-benar ingin melihat Wedi menderita. Dipegangnya pantat Wedi dengan tangan kiri, dan tangan kanannya mengarahkan penisnya agar bisa masuk ke lubang anus Wedi.
Wedi menjerit saat anusnya ditembus penis Dewa. Mendengar itu Dewa malah semakin kesetanan. Diamenjambak rambut Wedi ke belakang hingga wajah Wedi menengadah ke atas. Kini tangan satunya meremas-remas payudara Wedi dengan kasar. Dicubit-cubit seluruh permukaan payudara Wedi hingga kebiru-biruan.
“Aduhh.. sudah dong Waa.. ampun.. sakit Waa..” Tapi Dewa tidak menghiraukannya.
“Oughh.. sempit sekali,” teriak Dewa mengomentari lubang dubur Wedi yang lebih sempit dari vaginanya. Setiap Dewa menarik penisnya terlihat dubur Wedi monyong. Sebaliknya saat Dewa menusukkan penisnya, dubur Wedi menjadi kempot.
“Oughh.. sempit sekali,” teriak Dewa mengomentari lubang dubur Wedi yang lebih sempit dari vaginanya. Setiap Dewa menarik penisnya terlihat dubur Wedi monyong. Sebaliknya saat Dewa menusukkan penisnya, dubur Wedi menjadi kempot.
Dewa memajumundurkan penisnya dengan semangat. Terasa pijitan yang kuat diseluruh penisnya. Penisnya terasa seperti disedot-sedot oleh rongga anus Wedi. Secara cepat Dewa terus memompa penisnya keluar masuk hingga ke pangkal. Dewa memejamkan matanya meresapi kenikmatan yang dialami. Penisnya terasa disedot dan dikenyot. Nikmat sekali rasanya.
Kulit penis Dewa yang bergesekan dengan lubang anus Wedi memberikan perasaan gatal-gatal nikmat. Sambil merasakan sodokan demi sodokan kejantanan Dewa, Wedi mulai menggoyang-goyang, dan mengejang-ngejangkan otot lubangnya supaya Dewa merasakan senjatanya diurut-urut. Wedi kini mulai menikmati perlakuan kasar Dewa.
Dewa masih memajumundurkan penisnya selama kurang lebih selama sepuluh menit. Wedi merasakan lubang anusmya semakin panas dan semakin penuh. Terasa penis Dewa makin membesar dan ada denyutan di dalamnya, seperti ada lonjakan-lonjakan yang ingin dikeluarkan. Dewa memdesis, melenguh dan berteriak, lubang anus Wedi terasa semakin penuh.
“Oughh..!” Dewa mencapai orgasmenya. Wedi merasakan ada tembakan hangat di dalam perutnya. Badan Dewa mengejang, pantatnya menekan ke depan, lalu lemas, lunglai dan jatuh ke depan, menindih Wedi. Tubuh mereka berkeringat, basah sekali.
Dewa mencium bibir Wedi dengan lembut, kini mereka mulai berpagutan. Mereka berpelukan, tubuh mereka menyatu, dada mereka saling menekan. Penis Dewa yang mulai mengendur masih bergesekan dengan bibir vagina Wedi.
Dewa lalu menarik bibir dan tubuhnya. Sambil memakai baju dia berkata, “Entah bagaimana cara kamu, aku ingin setiap minggu kamu datang ke sini.”
“Wa.. kalau kamu ingin begitu, aku bakal ngelakuinnya..” sambil menatap Dewa dengan tatapancinta. Dia memang benar-benar mencintai Dewa. Apapun rela dia perbuat untuk Dewa.
“Wa.. kalau kamu ingin begitu, aku bakal ngelakuinnya..” sambil menatap Dewa dengan tatapancinta. Dia memang benar-benar mencintai Dewa. Apapun rela dia perbuat untuk Dewa.
Setelah berpakaian Dewa segera meninggalkan kamar itu. Di luar lalu dia berkata dalam hati,”Wanita keparat! Aku akan merobek vaginamu setiap minggu. Lalu setelah kita kawin, aku akan membunuhmu. Itu balasan yang setimpal buatmu,” Dewa masuk ke selnya setelah digoda terlebih dahulu oleh sipir yang disuap Wedi. “Wa.. Asyik niyee..!”
TAMAT
0 comments:
Post a Comment